Simulasi Kompensasi Pengakhiran Hubungan Kerja

Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

  • PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau pekerja kontrak

    Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

    1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
    2. Pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
    3. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
    4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

    Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

  • PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) atau pegawai tetap.

    Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.

  • 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
    Contohnya :
    Pekerja A bekerja dari hari Senin s.d Sabtu, pada hari Senin s.d Jumat bekerja dari pukul 08.00 WIB s.d 16.00 WIB (7 jam) dan pada hari Sabtu bekerja dari pukul 08.00 WIB s.d 13.00 WIB (5 jam).
  • 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
    Contohnya :
    Pekerja B bekerja dari hari Senin s.d Jumat, mulai pukul 08.00 WIB s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap harinya.

Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

Pembayaran kepada Pekerja/Buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran Pekerja/Buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu. Contohnya : Tunjangan Jabatan

Suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan Pekerja/Buruh, yang diberikan secara tidak tetap untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti tunjangan transport dan/atau tunjangan makan yang didasarkan pada kehadiran.

Sejumlah uang yang diterima oleh Pekerja/Buruh secara tetap..

Contoh :
Seorang pekerja A menerima upah sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) sebagai upah bersih (clean wages). Besaran upah tersebut utuh digunakan sebagai dasar perhitungan hal–hal yang terkait dengan upah, seperti tunjangan hari raya keagamaan, upah lembur, pesangon, iuran jaminan sosial, dan lain-lain.

Komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap.

Contohnya :
Seorang pekerja menerima upah sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dengan komponen upah pokok Rp 2.250.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan tunjangan tetap Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Dengan perhitungan sebagai berikut :
Upah yang diterima = Rp 3.000.000,00 = 100%
Upah pokok = 75% x Rp 3.000.000,00 = Rp 2.250.000,00
Tunjangan tetap = 25% x Rp 3.000.000,00 = Rp 750.000,00

Komponen upah terdiri atas upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.

Contohnya :
Seorang Pekerja/Buruh menerima upah sebesar Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dengan komponen, upah pokok Rp 2.250.000,00 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) tunjangan tetap Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan tunjangan tidak tetap Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Dengan perhitungan sebagai berikut :
Upah yang diterima = Rp 3.500.000,00 = 100%
Upah pokok = 75% x Rp 3.000.000,00 = Rp 2.250.000,00
Tunjangan tetap = 25% x Rp 3.000.000,00 = Rp 750.000,00
Tunjangan tidak tetap = Rp 500.000,00

Contohnya :
  • Pekerja A diterima bekerja di kota Semarang dan ditempatkan di kantor cabang Semarang.
  • Pekerja B diterima bekerja di kantor pusat di Jakarta Barat dan ditempatkan di kantor cabang di Jakarta Timur.
Contohnya :
  • Pekerja A diterima bekerja di Semarang dan ditempatkan di kantor cabang Tegal.
  • Pekerja A diterima bekerja di Jakarta dan ditempatkan di kantor perwakilan di Bandung.

Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
Untuk jumlah cuti tahunan dalam satu tahun lihat Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

  • Tata cara PHK
  • Alasan PHK
  • Kompensasi PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

  1. Perhitungan uang pesangon paling sedikit sebagai berikut
    • Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
    • Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
    • Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
    • Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
    • Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
    • Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
    • Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
    • Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
    • Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah;
  2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut :
    • Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
    • Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
    • Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
    • Masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
    • Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
    • Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
    • Masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
    • Masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
  3. Uang penggantian hak meliputi :
    • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
    • Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
    • Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (limabelas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
    • Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

No

Alasan PHK

Kompensasi

Uang Pesangon

Uang Penghargaan Masa Kerja

Uang Penggantian Hak

Uang Pisah

1

Pekerja melakukan kesalahan berat1

PHK karena pekerja melakukan kesalahan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor : 012/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004.

2

Pekerja ditahan pihak yang berwajib setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana2

1 X

3

Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja dinyatakan bersalah 3

1 X


4

Pekerja melakukan pelanggaran perjanjian kerja4

1 X

1 X


5

Pekerja melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan Atau Perjanjian Kerja Bersama5

1 X

1 X


6

Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri6

7

Pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya perubahan status perusahaan7

1 X

1 X

8

Pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya penggabungan perusahaan8


1 X

1 X

9

Pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya peleburan perusahaan9

1 X

1 X

10

Pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya perubahan kepemilikan perusahaan10

1 X

1 X

11

Pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena perubahan status perusahaan11

2 X

1 X

12

Pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena penggabungan perusahaan12

2 X

1 X

13

Pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena peleburan perusahaan13

2 X

1 X

14

Perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun14

1 X

1 X

15

Perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami keadaan memaksa (force majeur)15

1 X

1 X

16

Perusahaan melakukan efisiensi16

PHK karena alasan Efisiensi sebagaimana diatur dalam Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi RI Perkara Nomor : 19/PUU-IX/2011 tanggal 13 Juni 2012.

17

Perusahaan pailit17

1 X

1 X

18

Pekerja meninggal dunia18

2 X

1 X

19

Pekerja pensiun diikutkan pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha19

------------

----------------


20

Pekerja pensiun tidak diikutkan pada program pensiun20

2 X

1 X


21

Pekerja mangkir 5 Hari Kerja 21



22

Pengusaha terbukti menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja.22

2 X

1 X


23

Pengusaha terbukti membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan23

2 X

1 X


24

Pengusaha terbukti tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih24

2 X

1 X


25

Pengusaha terbukti tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja25


2 X

1 X


26

Pengusaha terbukti memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan26

2 X

1 X


27

Pengusaha terbukti memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja27

2 X

1 X


28

Pekerja mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja

2 X

2 X



1 Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003

2 Pasal 159 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003

3 Pasal 159 ayat (5) UU No. 13 Tahun 2003

4 Pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003

5 Pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003

6 Pasal 162 UU No. 13 Tahun 2003

7 Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

8 Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

9 Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

10 Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

11 Pasal 163 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003

12 Pasal 163 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003

13 Pasal 163 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003

14 Pasal 164 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

15 Pasal 164 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

16 Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003

17 Pasal 165 UU No. 13 Tahun 2003

18 Pasal 166 UU No. 13 Tahun 2003

19 Pasal 167 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003

20 Pasal 167 ayat (5) UU No. 13 Tahun 2003

21 Pasal 168 UU No. 13 Tahun 2003

22 Pasal 169 ayat (5) huruf a UU No. 13 Tahun 2003

23 Pasal 169 ayat (5) huruf b UU No. 13 Tahun 2003

24 Pasal 169 ayat (5) huruf c UU No. 13 Tahun 2003

25 Pasal 169 ayat (5) huruf d UU No. 13 Tahun 2003

26 Pasal 169 ayat (5) huruf e UU No. 13 Tahun 2003

27 Pasal 169 ayat (5) huruf f UU No. 13 Tahun 2003

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

  • Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
  • Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  • Pekerja/buruh menikah;
  • Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
  • Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
  • Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  • Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
  • Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
  • Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
  • Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana diatas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

  • Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
  • Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
  • Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
  • Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.
  • Permohonan penetapan dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan.
  • Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.